Sejarah Seni Rupa
SEJARAH SENI RUPA
Sejak akhir 1980-an ketika terjadi “Boom seni lukis” terjadi, banyak perupa merasakan adanya dominasi galeri komersial dalam menentukan nilai-nilai estetis suatu karya. Pasar yang seharusnya tidak merambah dan menjadi penentu nilai suatu karya seni tiba-tiba menjadi penentu yang cukup dominan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi sejumlah seniman yang mana penciptaan karya seninya tidak berorientasi ke pasar. Berdirinya Galeri Cemeti, yang berdiri pada 1988, di Yogyakarta, sebagai galeri alternatif agar bisa menyediakan ruang bagi perupa-perupa muda yang tidak menghendaki nilai estetis suatu karya didominasi oleh pasar. Mulai saat itu muncul istilah galeri alternatif. Dimana galeri yang menampilkan karya-karya yang tidak bertujuan memenuhi selera pasar disebut sebagai alternatif, karena menawarkan karya-karya seni rupa yang bersifat alternatif. Jadi saat itu kebutuhan akan ruang pamer di luar galeri komersial dibaca sebagai kebutuhan akan ruang untuk menampilkan karya-karya bernafaskan pembaruan yang jauh dari pasar dan sekaligus untuk menciptakan komunitas seni rupa dan ruang dialog. Kesadaran bahwa aktivitas kesenian bukan hanya sekitar dunia penciptaan, melainkan juga membangun wacana, infrastruktur jaringan, pendokumentasian dan penelitian, maka Galeri Cemeti (yang kemudian berubah nama menjadi Rumah Seni Cemeti atau RSC) kemudian membentuk Yayasan Seni Cemeti.
Kiprah RSC menjadikannya sebagai barometer perjalanan seni rupa kontemporer di Yogyakarta dan di Indonesia hingga pertengahan 1990-an. Kehadiran RSC disusul dengan munculnya komunitas-komunitas lain di Yogyakarta. Sekitar pertengahan 1990-an di Yogyakarta mulai muncul komunitas seni rupa di luar RSC, seperti Apotik Komik, Taring Padi, Galeri Benda, Kedai Kebun dan Gelaran Budaya. Di Bandung, muncul galeri seperti Selasar Sunaryo, yang diikuti oleh kelahiran ruang-ruang seni lainnya seperti Rumah Proses, Galeri Padi, Galeri Fabriek, Komunitas Kopi Pait, Gerbong Bawah Tanah, Bandung Center of New Media Arts dan Jejaring Artnetwork. Hubungan-hubungan yang terjadi antara komunitas-komunitas ini menarik untuk dikaji, misalnya tegangan yang terjadi antara Cemeti dengan komunitas-komunitas lainnya di Yogya. Beberapa anggapan menyebutkan bahwa kehadiran komunitas-komunitas yang lain tersebut merupakan sebuah aksi tandingan terhadap posisi Cemeti sebagai ‘barometer’, semacam pertentangan ideologis di kancah ruang alternatif itu sendiri.
Dari deskripsi di atas, kita dapat menarik beberapa poin yang menarik. Pertama yang cukup menonjol adalah masalah ideologi. Jargon-jargon heroik nampaknya hanya berhenti pada tataran ideologis, sementara pada tataran proses penciptaan mengalami kendala. Kendala yang paling nyata yang saya lihat adalah kesadaran ideologis ini tidak merata dikalangan anggotanya, sehingga aktivitas yang disebut praksis tidak dilakukan dengan baik dan intensif. Demikian juga penolakan terhadap galeri tidak sepenuhnya diterima oleh anggotanya, sehingga beberapa diantara mereka aktif pada kegiatan beberapa galeri. Kendala lain adalah, kesadaran ideologis justru membelenggu mereka, sehingga keberanian untuk melakukan eksplorasi estetis tidak ada. Eksplorasi estetis bagi mereka adalah identik dengan aktivitas seni rupa yang bersifat elitis dan tidak mampu dipahami oleh masyarakat kebanyakan.
Pada sisi perkembangan lain, kerja kolektif dan ruang publik menjadi wacana yang membuka celah lain. Kerja kolektif (yang didasari semangat bermain) bisa berarti kerja bersama-sama setelah tema ditentukan, bisa juga masing-masing individu membuat karya dengan tema yang sama. Kegiatan penciptaan seni rupa ini barangkali merupakan cermin dari kehidupan individu dalam masyarakat modern. Dimana ikatan sosial mulai renggang, namun tidak sepenuhnya longgar, sementara peran dan kebebasan individu sebagai cerminan dari pengaruh kebudayaan modern dihargai.
Kalau kita tarik lebih jauh lagi, maka sangat mungkin bahwa aktivitas penciptaan adalah sebuah permainan yang dihasilkan dari ketegangan antara kebebasan individu dan ikatan sosial yang menghasilkan sifat komunal. Ikatan sosial dalam budaya tradisional yang dianggap penting dan merupakan ikatan kekeluargaan yang tidak bisa ditinggalkan, kini oleh generasi muda kota dianggap terlalu membatasi kebebasan individu dan kuno. Dikotomi antara modern dan tradisi dalam kehidupan masyarakat dirasakan bukan lagi sebagai konflik, tetapi sebagai keadaan yang sudah seharusnya terjadi. Bahkan oleh beberapa generasi muda dan disikapi sebagai pengkayaan khasanah budaya yang bisa memberikan inspirasi seni mereka.
Ruang publik juga dianggap sebagai ruang pertemuan yang strategis antara masyarakat dan karya seni selain itu ruang publik adalah alternatif bagi para seniman yang mengalami kesulitan untuk menembus galeri-galeri formal. Keterbatasan untuk melakukan negosiasi dengan pemilik galeri, keterbatasan untuk tampil dan berkomunikasi secara formal, semua ini ikut mendorong mereka untuk tampil di depan publik tanpa harus melalui jalur formal, yaitu galeri. Dengan demikian ruang pamer bukanlah satu-satunya tempat untuk memamerkan karya, mereka bisa berpameran di mana saja.
Sampai disini mulai terasa adanya pergeseran atau pengembangan terhadap arti ruang. Ruang tidak lagi diartikan sebagai sekadar tempat memajang lukisan, tetapi juga dimana sebuah komunitas bisa membangun suatu dialog. Ruang tidak lagi terasa angker, dimana hanya bolah didatangi oleh masyarakat berpendidikan dan kelas menengah ke atas. Ruang tidak lagi dibatasi oleh dinding dan atap, tetapi juga tempat di mana publik setiap hari melakukan aktivitas sehari-hari, melakukan perjalanan dan sebagainya. Pergeseran arti ruang menyebabkan penamaan galeri saja tidak cukup bagi sebuah tempat berpameran. Rumah seni atau art house atau art space adalah perluasan dari galeri yang semula lebih mengutamakan pameran seni lukis dan berorientasi pada pasar. Sedangkan rumah seni, menyelenggarakan aktifitas seni rupa dalam batasan yang lebih luas, performance art, video art, seni digital, seni musik dengan kecenderungan penggarapan visual yang menonjol.
Rumah seni tidak selalu membangun komunitas seni rupa. Sedangkan komunitas seni rupa adalah institusi dimana sekelompok seniman bergabung untuk menciptakan sebuah ruang untuk berinteraksi, berdialog dan merepresentasikan gagasan dalam bentuk karya dan berkolaborasi. Sedangkan ruang untuk merepresentasikan karya-karya mereka bisa dilakukan ditempat lain, artinya komunitas ini tidak selalu mempunya ruang pamer, meski ada juga komunitas yang mempunyai ruang pamer.
Eksplorasi yang dilakukan komunitas-komunitas baru ini juga memungkinkan kemungkinan-kemungkinan yang tak terbatas dalam pengolahan media, seperti yang bisa dilihat dari gejala belakangan ini, dimana pengolahan media baru (new media) banyak dilakukan oleh komunitas-komunitas seni rupa, terutama di Bandung dan Jakarta.
Bentuk dan Jenis Karya Seni Rupa
A. Bentuk Karya Seni Rupa
Berbagai karya seni rupa di sekeliling kita, memiliki banyak macam
ragamnya. Keragaman tersebut dapat terluhat dari bentuknya, warnanya, bahan
bakunya, alat pembuatannya, fungsinya atau pemanfaatannya. Dari begitu banyak
ragamnya tadi, para ahli membuat penggolongan tentang jenis-jenis karya seni
rupa.
Penggolongan atas jenisnya adalah pembedaan antara karakteristik karya
yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada binatang, penggolongan dapat
didasarkan pada jenis kelamin, ada jantan ada betina, berdasarkan karakteristik
anggota tubuhnya, warna kulitnya dan sebagainya. Demikian juga dalam hal karya
seni rupa, kita dapat membedakan jenisnya berdasarkan fungsi maupun
bentuknya. Berdasarkan dimensinya, karya seni rupa terbagi dua yaitu, karya dua
dimensi dan karya tiga dimensi. Karya seni rupa dua dimensi adalah Karya seni
rupa yang mempunyai dua ukuran (panjang dan lebar) sedangkan karya seni rupa
tiga dimensi mempunyai tiga ukuran (panjang, lebar dan tebal) atau memiliki
ruang.
Contoh karya dua dimensi
Contoh karya tiga dimensi
Berdasarkan kegunaan atau fungsinya, karya seni rupa digolongkan ke
dalam karya seni murni (pure art, fine art) dan seni pakai (useful art/applied art).
Seni Murni (pure art/fine art) adalah karya seni yang diciptakan semata-mata
untuk dinikmati keindahan atau keunikannya saja, tanpa atau hampir tidak
memiliki fungsi praktis. Adapun Seni Pakai (useful art/applied art) adalah karya
seni rupa yang prinsip pembentukannya mengikuti fungsi tertentu dalam
kehidupan sehari-hari.
Selain berdasarkan dimensi dan fungsinya, karya seni rupa dapat juga
diketegorikan berdasarkan temanya. Tema dapat dikatakan sebagai pokok pikiran
atau persoalan yang mendasari kegiatan (dalam hal ini kegiatan berkesenian).
Dalam penciptaan seni rupa misalnya, dikenal tema “perjuangan”, “kemanusiaan”, “keagamaan”, “lingkungan hidup”, “kelautan”, “kesehatan”, “sosial” dll.
Dari tema-tema itu dapat diuraikan menjadi judul-judul, misalnya “ibu dan anak”,
“pengemis”, “bunga mawar”, dll. Adapun yang dimaksud dengan ”gaya” dalam
karya seni rupa, adalah model penampilan dari suatu karya. B. Jenis Karya Seni Rupa
1. Seni Lukis
Seni lukis merupakan kegiatan pengolahan unsur-unsur seni rupa seperti
garis, bidang, warna dan tekstur pada bidang dua dimensi. Kegiatan yang
menyerupai seni lukis sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi penamaan atau
istilah seni lukis merupakan istilah yang datang dari Barat. Kegiatan yang
menyerupai seni lukis itu dapat juga disebut seni lukis tradisonal. Beberapa
contoh dari karya seni lukis tradisional dapat kita lihat di berbagai daerah di
Indonesia seperti seni lukis kaca di Cirebon, seni lukis Kamasan di Bali, lukisan
pada kulit kayu yang dibuat masyarakat di Irian Jaya dsb. Adapun seni lukis yang
kita kenal saat ini dibuat pada kanvas, dapat disebut seni lukis modern.
Beberapa seniman seni lukis modern Indonesia yang namanya sudah dikenal di
mancanegara diantaranya Affandi, Popo Iskandar, Fajar Sidik, Nanna Banna dsb.
Seni lukis karya ZS Soeteja
2. Seni Patung
Karya seni patung diwujudkan melalui pengolahan unsur-unsur seni rupa
pada bidang tiga dimensi. Bahan dan teknik perwujudan pada karya seni patung
beraneka ragam. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan alami seperti kayu
dan batu, bahan logam seperti besi dan perunggu atau bahan sintetis seperti plastik
resin dan fibre glass (serat kaca). Sedangkan teknik yang digunakan disesuaikan
dengan bahan yang dipakai seperti teknik pahat, ukir, cor dsb.
Seperti halnya seni lukis, seni patung juga sudah dikenal di Indonesia
sejak zaman prasejarah. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi
pembuatan karya seni patung. Pada masyarakat tradisional, pembuatan karya
patung seringkali dihubungkan dengan kegiatan religi seperti pemujaan kepada
dewa atau arwah nenek moyang. Pada karya-karya seni patung modern,
pembuatan karya seni patung merupakan ekspresi individu seorang seniman.
Beberapa seniman patung modern Indonesia diantaranya: Sunaryo, Sidharta, dan
Nyoman Nuarta.
Contoh karya seni patung
3. Seni Grafis (Cetak)
Seni grafis adalah cabang seni rupa yang tergolong ke dalam bentuk dua dimensi. Berbeda dengan seni lukis yang umumnya merupakan karya-karya tunggal, kekhasan dari karya grafis adalah sifatnya yang bisa direproduksi atau diperbanyak. Sesuai dengan proses pencetakannya karya seni grafis terbagi menjadi empat jenis:
a. Cetak tinggi
Prinsip cetak ini adalah bagian yang bertinta adalah bagian yang paling tinggi.
Bagian ini bila diterakan atau dicetakkan, tinta atau gambar akan berpindah ke
atas permukaan kertas. Berdasarkan bahan dan alat yang dipergunakan dalam
cetak tinggi dikenal beberapa jenis cetakan seperti cukil kayu (wood cut), cukilan
lino tera kayu (wood engraving) serta cukilan bahan lain seperti karet atau plastik.
b. Cetak dalam
Prinsip cetak dalam adalah hasil cetakan yang diperoleh dari celah garis bagian
dalam dari plat klisenya bukan bagian tingginya seperti stempel atau cap. Teknik
cetak ini merupakan kebalikan dari teknik cetak tinggi. Acuan cetak yang
dipergunakan adalah lempengan tembaga atau seng yang ditoreh atau diberi
kedalaman untuk tempat tinta. Kedalaman dibuat menggunakan alat penoreh yang
tajam dan kuat dan atau menggunakan zat kimiawi.
c. Cetak saring
Cetak saring disebut juga serigrafi atau sablon. Sesuai dengan namanya prinsip
cetak ini adalah mencetak gambar melalui saringan yang diberi batasan-batasan
tertentu. Cetak saring dikenal luas di masyarakat melalui benda-benda yang sering
dijumpai sehari hari seperti aplikasinya pada pembuatan kaos, spanduk, bendera, dsb.
d. Cetak datar
Proses cetak datar atau planografi adalah memanfaatkan perbedaan sifat minyak
dan air serta acuan cetakan yang terbuat dari batu (litografi) atau seng. Tinta
hanya terkumpul pada bagian cetakan yang sudah digambari dengan pinsil
berlemak dan pemindahan gambar dilakukan dengan alat khusus. Teknik litografi
inilah yang mengilhami prinsip dasar mesin cetak modern.
4. Seni Kria
Pengertian Seni Kria
Seni kria adalah hasil kebudayaan fisik yang lahir karena adanya
tantangan dari lingkungan dan diri kriawan. Seni kria diartikan sebagai hasil daya
cipta manusia melalui keterampilan tangan untuk memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohaninya, serta umumnya dibuat dari bahan-bahan alam.
Penciptaan karya kria yang baik didasarkan pada syarat kegunaan (utility)
dan keindahan (estetika). Syarat keindahan terdiri atas aspek kenyamanan,
keluwesan dan kenyamanan. Hubungan antara bentuk, fungsi dan keindahan juga
merupakan asas penciptaan yang harus dimiliki seorang kriawan. Karya seni kria
memiliki karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh keterampilan dan
kreativitas kriawan, materi, alat, fungsi dan teknik penciptaanya. Aspek-aspek
tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya.
Kria tumbuh dan berkembang dipengaruhi pula oleh faktor kekayaan flora dan
fauna serta bahan-bahan alam lainnya. Hasil-hasil utama seni kria Indonesia
terdiri atas kria tekstil dan serat meliputi batik dan tenun, anyaman serta
tumbuhan, kria bambu, kria gerabah dan tembikar (keramik) kria kayu, logam,
kulit, kaca dll.
contoh karya seni kria anyam
5. Seni Bangunan (Arsitektur)
Pada dasarnya seni bangunan merupakan bagian dari seni rupa, tetapi
karena kekhususan yang dimilikinya seringkali seni bangunan dikelompokan
tersendiri dalam seni arsitektur. Berdasarkan bentuk dan fungsinya seni bangunan
seni bangunan dapat dikategorikan sebagai seni pakai. Indonesia memiliki warisan
peninggalan karya seni bangunan yang sangat banyak jumlah dan macamnya dan
tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia mengenal dan memiliki
bangunan khas daerahnya masing-masing. Bentuk-bentuk bangunan tersebut
dibuat berdasarkan ide atau gagasan yang bersumber dari kebudayaannya masing-
masing. Struktur, denah, bahan dan teknik pada rumah-rumah-rumah adat
tradisional dibangun berdasarkan aturan-aturan baku yang dipatuhi dan
diwariskan secara turun temurun.
Dalam perkembangannya, pengaruh kebudayaan yang datang dari Barat
memperkenalkan bentuk-bentuk baru pada bangunan-bangunan yang sudah ada.
Bentuk-bentuk baru tersebut dengan imajinasi dan kreativitas seniman (arsitektur)
diolah dan digabungkan dengan bentuk-bentuk tradisional yang sudah ada
sebelumnya menghasilkan bentuk-bentuk bangunan kontemporer.
Perkembangan seni atau desain bangunan ini selanjutnya melahirkan jenis-
jenis seni rupa terapan lainnya seperti desain interior (seni penataan ruang) dan
desain meubel.
6. Desain
Desain merupakan kegiatan reka letak atau perancangan. Hampir semua
karya seni rupa melalui proses perancangan sebelum diproduksi atau diwujudkan
dalam bentuk jadi yang sesungguhnya. Tetapi, pengertian desain saat ini lebih
sering digunakan untuk menunjukkan proses perancangan karya-karya seni rupa
terapan (useful art).
Beberapa jenis desain yang dikenal di Indonesia antara lain:
a. Desain Komunikasi Visual
Desain ini awalnya lebih dikenal dengan istilah desain grafis, yaitu kegiatan
seni rupa yang menyusun unsur-unsur grafis pada sebuah benda pakai. Karena
lingkupnya yang dirasakan terbatas, pada perkembangan selanjutnya seni grafis
menjadi bagian dari kegiatan desain komunikasi visual, yaitu kegiatan
perancangan pada media komunikasi baik media cetak sederhana seperti buku,
poster atau majalah maupun media elektronik seperti televisi, neon sign dan
sebagainya. Unsur-unsur grafis yang menjadi perhatian dalam desain komunikasi
visual diantaranya tipografi (huruf), garis, logo, warna, ilustrasi dan foto.
Contoh karya desain komunikasi visual berupa cover buku
b. Desain Interior
Desain interior adalah kegiatan merancang tata letak sebuah ruangan atau
eksterior bangunan. Kegiatan perancangan ini dimaksudkan agar sebuah ruangan
selain sesuai dengan fungsinya juga menjadi indah dan nyaman. Benda-benda
yang ada dalam ruangan tersebut dipilih dan ditata sedemikian rupa sehingga
menjadi satu kesatuan, serasi dan harmonis.
Contoh karya desain interior
Yang menjadi perhatian dalam perancangan interior berdasarkan
fungsinya, termasuk juga pemilihan warna dinding, hiasan-hiasan yang menempel
di dinding, mebelair (kursi, meja, tempat tidur dsb.), lampu (pencahayaan),
akustik (suara), lantai, langit-langit dan lain sebagainya.Macam - macam aliran seni lukis dan pengertiannya
Naturalisme Yaitu suatu bentuk karya seni lukis (seni rupa) dimana seniman berusaha melukiskan segala sesuatu sesuai dengan nature atau alam nyatan, artinya disesuaikan dengan tangkapan mata kita. Supaya lukisan yang dibuat benar – benar mirip atau persis dengan nyata, maka susunan, perbandingan, perspektif, tekstur, pewarnaan serta gelap terang dikerjakan seteliti mungkin, setepat –setepanya. di dalam seni rupa adalah usaha menampilkan objek realistis dengan penekanan seting alam. Hal ini merupakan pendalaman labih lanjut dari gerakan realisme pada abad 19 sebagai reaksi atas kemapanan romantisme.
Salah satu perupa naturalisme di Amerika adalah William Bliss Baker, yang lukisan pemandangannya dianggap lukisan realis terbaik dari gerakan ini. Salahs atu bagian penting dari gerakan naturalis adalah pandangan Darwinisme mengenai hidup dan kerusakan yang telah ditimbulkan manusia terhadap alam.
Daftar Pelukis Naturalisme :
§ Soeboer Doellah
§ Raden Saleh
§ Hokusai
§ Affandi
§ Fresco Mural
§ Basuki Abdullah
§ William Hogart
§ Frans Hail
Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun. Pembahasan realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang bermula di Perancis pada pertengahan abad 19. Namun karya dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India.
Realisme sebagai gerakan kebudayaan
Realisme menjadi terkenal sebagai gerakan kebudayaan di Perancis sebagai reaksi terhadap paham Romantisme yang telah mapan di pertengahan abad 19. Gerakan ini biasanya berhubungan erat dengan perjuangan sosial, reformasi politik, dan demokrasi.
Realisme kemudian mendominasi dunia seni rupa dan sastra di Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat di sekitar tahun 1840 hingga 1880. Penganut sastra realisme dari Perancis meliputi nama Honoré de Balzac dan Stendhal. Sementara seniman realis yang terkenal adalah Gustave Courbet dan Jean François Millet.
Realisme dalam seni rupa
Perupa realis selalu berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari dari karakter, suasana, dilema, dan objek, untuk mencapai tujuan Verisimilitude (sangat hidup). Perupa realis cenderung mengabaikan drama-drama teatrikal, subjek-subjek yang tampil dalam ruang yang terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu populer saat itu.
Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi setiap kali perupa berusaha mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat. Sebagai contoh, pelukis foto di zaman renaisans, Giotto bisa dikategorikan sebagai perupa dengan karya realis, karena karyanya telah dengan lebih baik meniru penampilan fisik dan volume benda lebih baik daripada yang telah diusahakan sejak zaman Gothic.
Kejujuran dalam menampilkan setiap detail objek terlihat pula dari karya-karya RembrandtBarbizon School memusatkan pengamatan lebih dekat kepada alam, yag kemudian membuka jalan bagi berkembangnya impresionisme. Di Inggris, kelompok Pre-Raphaelite Brotherhood menolak idealisme pengikut Raphael yang kemudian membawa kepada pendekatan yang lebih intens terhadap realisme. yang dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Kemudian pada abad 19, sebuah kelompok di Perancis yang dikenal dengan nama
Teknik Trompe l'oeil, adalah teknik seni rupa yang secara ekstrim memperlihatkan usaha perupa untuk menghadirkan konsep realisme.
Daftar pelukis realisme terkenal
Pengertian Ekspresionisme yaitu aliran seni lukis yang mengutamakan kebebasan dalam bentuk dan warna untuk mencurahkan emosi atau perasaan.
Ekspressionisme adalah kecenderungan seorang seniman untuk mendistorsi kenyataan dengan efek-efek emosional. Ekspresionisme bisa ditemukan di dalam karya lukisan, sastra, film, arsitektur, dan musik. Istilah emosi ini biasanya lebih menuju kepada jenis emosi kemarahan dan depresi daripada emosi bahagia.
Pelukis Matthias Grünewald dan El Greco bisa disebut ekspresionis.
Daftar Pelukis Ekspresionisme dari abad 20 yang tergolong adalah:· Jerman: Heinrich Campendonk, Emil Nolde, Rolf Nesch, Franz Marc, Ernst Barlach, Wilhelm Lehmbruck, Erich Heckel, Karl Schmidt-Rottluff, Ernst Ludwig Kirchner, Max Beckmann, August Macke, Elfriede Lohse-Wächtler, Ludwig Meidner, Paula Modersohn-Becker, Gabriele Münter, dan Max Pechstein.
· Austria : Egon Schiele dan Oskar Kokoschka
· Russia : Wassily Kandinsky dan Alexei Jawlensky
· Netherlands: Charles Eyck, Willem Hofhuizen, Jaap Min, Jan Sluyters, Jan Wiegers dan Hendrik Werkman
· Belgia: Constant Permeke, Gust De Smet, Frits Van den Berghe, James Ensor, Floris Jespers, dan Albert Droesbeke.
· Perancis: Gen Paul dan Chaim Soutine
· Norwegia: Edvard Munch
· Swiss: Carl Eugen Keel
· Indonesia : Affandi
kubisme adalah sebuah gerakan modern seni rupa pada awal abad ke-20 yang dipelopori oleh Picasso dan Braque. Prinsip-prinsip dasar yang umum pada kubisme yaitu menggambarkan bentuk objek dengan cara memotong, distorsi, overlap, penyederhanaan, transparansi, deformasi, menyusun dan aneka tampak. Gerakan ini dimulai pada media lukisan dan patung melalui pendekatannya masing-masing
pada kubisme, bentuk –bentuk karyanya menggunakan bentuk –bentuk geometri (segitiga, segiempat, kerucut, kubus, lingkaran dan sebagainya) seniman kubisme sering menggunakan teknik kolase, misalnya menempelkan potongan kertas surat kabar, gambar –gambar poster dan lain- lain.
Kubisme sebagai pencetus gaya nonimitative muncul setelah Picasso dan Braque menggali sekaligus terpengaruh bentuk kesenian primitif, seperti patung suku bangsa Liberia , ukiran timbul (basrelief) bangsa Mesir, dan topeng-topeng suku Afrika. Juga pengaruh lukisan Paul Cezanne, terutama karya still life dan pemandangan, yang mengenalkan bentuk geometri baru dengan mematahkan perspektif zaman Renaisans. Ini membekas pada keduanya sehingga meneteskan aliran baru.
Istilah "Kubis" itu sendiri, tercetus berkat pengamatan beberapa kritikus. Louis Vauxelles (kritikus Prancis) setelah melihat sebuah karya Braque di Salon des Independants, berkomenmtar bahwa karya Braque sebagai reduces everything to little cubes (menempatkan segala sesuatunya pada bentuk kubus-kubus kecil. Gil Blas menyebutkan lukisan Braque sebagai bizzarries cubiques (kubus ajaib). Sementara itu, Henri Matisse menyebutnya sebagai susunan petits cubes (kubus kecil). Maka untuk selanjutnya dipakai istilah Kubisme untuk memberi ciri dari aliran seperti karya-karya tersebut.
Perkembangan awal
Dalam tahap perkembangan awal, Kubisme mengalami fase Analitis yang dilanjutkan pada fase Sintetis. Pada 1908-1909 Kubisme segera mengarah lebih kompleks dalam corak yang kemudian lebih sistematis berkisar antara tahun 1910-1912. Fase awal ini sering diberi istilah Kubisme Analitis karena objek lukisan harus dianalisis. Semua elemen lukisan harus dipecah-pecah terdiri atas faset-fasetnya atau dalam bentuk kubus.
Objek lukisan kadang-kadang setengah tampak digambar dari depan persis, sedangkan setengahnya lagi dilihat dari belakang atau samping. Wajah manusia atau kepala binatang yang diekspos sedemikian rupa, sepintas terlihat dari samping dengan mata yang seharusnya tampak dari depan.
Pada fase Kubisme Analitis ini, para perupa sebenarnya telah membuat pernyataan dimensi keempat dalam lukisan, yaitu ruang dan waktu karena pola perspektif lama telah ditinggalkan.
Bila pada pereiode analitis Braque maupun Picasso masih terbelenggu dalam kreativitas yang terbatas, berbeda pada fase Kubisme Sintetis. Kaum Kubis tidak lagi terpaku pada tiga warna pokok dalam goresan-goresannya. Tema karya-karya mereka pun lebih variatif. Dengan keberanian meninggalkan sudut pandang yang menjadi ciri khasnya untuk beranjak ke tingkat inovatif berikutnya.
Perkembangan karya kaum Kubis selanjutnya adalah dengan perhatian mereka terhadap realitas. Dengan memasukkan guntingan-guntingan kata atau kalimat yang diambil dari surat paper colle. kabar kemudian direkatkan pada kanvas sehingga membentuk satu komposisi geometris. Eksperimen tempelan seperti ini lazim disebut teknik kolase atau
Daftar Pelukis Kubisme :
- Paul Cezane
- Pablo Picasso
- George Braque
- Metzinger
- Albert Glazez
- But Mochtar
- Moctar Apin
- Fajar Sidik
- Andre Derain
Seni Patung
Seni patung adalah cabang seni rupa yang hasil karyanya berwujud tiga dimensi. Biasanya diciptakan dengan cara memahat, modeling (misalnya dengan bahan tanah liat) atau kasting (dengan cetakan).
Seni Kriya
Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan mengutif dari kamus, mengungkapkan “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai ‘demel’ atau membuat”. (Prof. Dr. Soedarso Sp, dalam Asmudjo J. Irianto, 2000)
Sementara menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata “kriya” dalam bahasa indonesia berarti pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti energi atau kekuatan. Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang”. (Prof. Dr. I Made Bandem, 2002)
Dari tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian kriya adalah; kerja, pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai penciptaan karya seni yang didukung oleh ketrampilan (skill) yang tinggi.
Seperti telah disinggung diawal bahwa istilah kriya digali khasanah budaya Indonesia tepatnya dari budaya Jawa tinggi (budaya yang berkembang di dalam lingkup istana pada sistem kerajaan). Denis Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang budaya, menyatakan ‘istilah kriya yang diambil dari kryan menunjukkan pada hierarki strata pada masa kerajaan Majapahit, sebagai berikut; “Pertama-tama terdapat para mantri, atau pejabat tinggi serta para arya atau kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus kesatriya dan para wali atau perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam golongan bangsawan rendah’. (Denis Lombard dalam Prof. SP. Gustami, 2002)
Menyimak pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupakan warisan seni budaya yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat tempat lebih tinggi dari kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan masyarakat elit sedangkan kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit, yakni masyarakat yang hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang tinggi, sedangkan kerajinan dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Bedakan pembuatan keris dengan pisau baik proses, bahan, atau kemampuan pembuatnya.
Lebih lanjut Prof. SP. Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat disimak pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana untuk pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat mementingkan nilai estetika dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh di luar lingkungan istana, si-pembuatnya disebut dengan Pandhe. Perwujudan benda-benda kerajinan hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan yang diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan praktis bagi masyarakat (rakyat). (Prof. SP. Gustami, 2002) Pengulangan dan minimnya pemikiran seni ataupun estetika adalah satu ciri penanda benda kerajinan.
Pemisahan yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut mencerminkan posisi dan eksistensi seni kriya di masa lalu. Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan intensitas rajin semata, di dalamnya terkandung nilai keindahan (estetika) dan juga kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan tumbuh atas desakan kebutuhan praktis dengan mempergunakan bahan yang tersedia dan berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.
Kembali ditegaskan oleh Prof. SP. Gustami: seni kriya adalah karya seni yang unik dan punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik, simbolik, filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam perwujudannya didukung craftmenship yang tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok seni-seni adiluhung (Prof. SP.Gustami, 1992:71).
Uraian tadi menyiratkan bahwa kriya merupakan cabang seni yang memiliki muatan estetik, simbolik dan filosofis sehingga menghadirkan karya-karya yang adiluhung dan munomental sepanjang jaman. Praktek kriya pada masa lalu dibedakan dari kerajinan, kriya berada dalam lingkup istana (kerajaan) pembuatnya diberi gelar Empu. Sedangkan kerajinan yang berakar dari kata “rajin” berada di luar lingkungan istana, dilakoni oleh rakyat jelata dan pembuatnya disebut pengerajin atau pandhe.
Dari beberapa pendapat yang telah dibahas sebelumnya menjelaskan bahwa wujud awal seni kriya lebih ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya pada awalnya bertujuan untuk membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan untuk kepentingan keagamaan (religius) atau kebutuhan praktis dalam kehidupan manusia seperti; perkakas rumah tangga. Contohnya dapat kita saksikan pada dari artefak-artefak berupa kapak dan perkakas pada jaman batu serta peninggalan-peninggalan dari bahan perunggu pada jaman logam berupa; nekara, moko, candrasa, kapak, bejana, hingga perhiasan seperti; gelang, kalung, cincin. Benda-benda tersebut dipakai sebagai perhiasan, prosesi upacara ritual adat (suku) serta kegiatan ritual yang bersifat kepercayaan seperti; penghormatan terhadap arwah nenek moyang.
Masuknya agama Hindu dan Budha memberikan perubahan tidak saja dalam hal kepercayaan, tetapi juga pada sistem sosial dalam masyarakat. Struktur pemerintahan kerajaan dan sistem kasta menimbulkan tingkatan status sosial dalam masyarakat. Masuknya pengaruh Hindu–Budha di Indonesia terjadi akibat asimilasi serta adaptasi kebudayaan Hindu-Budha India yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta Hindu-Budha dari India dengan kebudayaan prasejarah di Indonesia. Kedua sistem keagamaan ini mengalami akulturasi dengan kepercayaan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia yaitu pengkultusan terhadap arwah nenek moyang, dan kepercayaan terhadap spirit yang ada di alam sekitar. Kemudian kerap tumpang tindih dan bahkan terpadu ke dalam pemujaan-pemujaan sinkretisme Hindu-Budha Indonesia. (Claire Holt diterjemahkan oleh RM. Soedarsono, 2000)
Tumbuh dan berkembangnya kebudayan Hindu-Budha di Indonesia kemudian melahirkan kesenian berupa seni ukir dengan beraneka ragam hias, dan patung perwujudan dewa-dewa. Dalam sistem sosial kemudian lahir sistem pemerintahan kerajaan yang berdasarkan kepada kepercayaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya di Sumatra, kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, Mataram Kuno Jawa Tengah. Hingga kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan maha patih Gajah Mada yang tersohor, yang kemudian membawa pengaruh Hindu ke Bali. Seni ukir tradisional masih diwarisi hingga saat ini.
Peran seni kriyapun menjadi semakin berkembang tidak saja sebagai komponen dalam hal kepercayaan/agama, namun juga menjadi konsumsi golongan elit bangsawan yaitu sebagai penanda status kebangsawanan. Kondisi tersebut menjadikan kriya sebagai seni yang bersifat elitis karena menduduki posisi terhormat pada masanya, berbeda dengan kerajinan yang cenderung tumbuh pada kalangan masyarakat biasa atau golongan rendah.
Akan tetapi keadaannya berbeda pada masa modern, dimana tingkatan sosial seperti pada masa kerajaan yang disebut “kasta” sudah tidak lagi eksis. Kalaupun ada tingkatan sosial kini tidak lagi berdasarkan “kasta” atau kebangsawanan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi kemapanan ekonomi kini menjadi penanda bagi status seseorang. Artinya tarap ekonomi yang dimiliki seseorang dapat membedakan posisi mereka dari orang lain, secara sederhana kekuasan sekarang ditentukan oleh kemampuan ekonomi yang dimiliki seseorang. Dalam sistem masyarakat modern kondisinya telah berubah kaum elit yang dulunya ditempati oleh kaum bangsawan (ningrat), sekarang digantikan kalangan konglomerat (pemilik modal). Kondisi ini membawa dampak bagi pada posisi kriya, karena kini kriya mulai kehilangan struktur sosial yang menopang eksistensinya seperti pada masa lalu.
Situasi ini menjadikan kriya tidak lagi menjadi seni yang spesial karena posisi terhormatnya di masa lalu kini sudah terancam tidak eksis lagi, kriya kini menjadi sebuah artefak warisan masa lalu. Terlebih lagi dalam industri budaya seperti sekarang kedudukan kriya kini tidak lebih sebagai obyek pasar, yang diproduksi secara masal dan diperjualbelikan demi kepentingan ekonomi. Kriya kini mengalami desakralisasi dari posisi yang terhormat di masa lalu, yang adiluhung merupakan artefak yang tetap dihormati namun sekaligus juga direduksi dan diproduksi secara terus-menerus.
Kehadiran kriya pada jenjang pendidikan adalah sebuah upaya mengangkat kriya dari hanya sebagai artefak, untuk menjadikannya sebagai seni yang masih bisa eksis dan terhormat sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Inilah tugas berat insan kriya kini. Dalam perkembangan selanjutnya sejalan dengan perkembangan jaman, konsep kriyapun terus berkembang. Perubahan senantiasa menyertai setiap gerak laju perkembangan zaman, praktek seni kriya yang pada awalnya sarat dengan nilai fungsional, kini dalam prakteknya khususnya di akademis seni kriya mengalami pergeseran orientasi penciptaan. Kriya kini menjelma menjadi hanya pajangan semata dengan kata lain semata-mata seni untuk seni. Pergerakan ini kemudian melahirkan kategori-kategori dalam tubuh kriya, kategori tersebut antara lain kriya seni, dan desain kriya.
Seni Lukis
- Pengertian
Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu. Medium lukisan bisa berbentuk apa saja, seperti kanvas, kertas, papan, dan bahkan film di dalam fotografi bisa dianggap sebagai media lukisan. Alat yang digunakan juga bisa bermacam-macam, dengan syarat bisa memberikan imaji tertentu kepada media yang digunakan.
2. Aliran Seni Lukis
Surrealisme
Lukisan dengan aliran ini kebanyakan menyerupai bentuk-bentuk yang sering ditemui di dalam mimpi. Pelukis berusaha untuk mengabaikan bentuk secara keseluruhan kemudian mengolah setiap bagian tertentu dari objek untuk menghasilkan sensasi tertentu yang bisa dirasakan manusia tanpa harus mengerti bentuk aslinya.Kubisme
Adalah aliran yang cenderung melakukan usaha abstraksi terhadap objek ke dalam bentuk-bentuk geometri untuk mendapatkan sensasi tertentu. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Pablo Picasso.Romantisme
Merupakan aliran tertua di dalam sejarah seni lukis modern Indonesia. Lukisan dengan aliran ini berusaha membangkitkan kenangan romantis dan keindahan di setiap objeknya. Pemandangan alam adalah objek yang sering diambil sebagai latar belakang lukisan.Romantisme dirintis oleh pelukis-pelukis pada zaman penjajahan Belanda dan ditularkan kepada pelukis pribumi untuk tujuan koleksi dan galeri di zaman kolonial. Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah Raden Saleh.
Plural painting
Adalah sebuah proses beraktivitas seni melalui semacam meditasi atau pengembaraan intuisi untuk menangkap dan menterjemahkan gerak hidup dari naluri kehidupan ke dalam bahasa visual. Bahasa visual yang digunakan berpijak pada konsep PLURAL PAINTING. Artinya, untuk menampilkan idiom-idiom agar relatif bisa mencapai ketepatan dengan apa yang telah tertangkap oleh intuisi mempergunakan idiom-idiom yang bersifat: multi-etnis, multi-teknik, atau multi-style.Seni lukis daun
Adalah aliran seni lukis kontemporer, dimana lukisan tersebut menggunakan daun tumbuh-tumbuhan, yang diberi warna atau tanpa pewarna. Seni lukis ini memanfaatkan sampah daun tumbuh-tumbuhan, dimana daun memiliki warna khas dan tidak busuk jika ditangani dengan benar. senidaun.wordpress.comAliran lain
Di Bawah ini merupakan Video gambar-gambar contoh karya seni seperti seni lukis, seni patung, dan seni kriya :
Maaf, video di bawah ini kurang lengkap, lebih lengkap video bagian atas
NB : Mohon maaf apabila terjadi kesalahan pada penulisan maupun dalam pembuatan video :) terimakasih.